Jakarta, radar91.com — Klaim keberhasilan Kejaksaan dalam memberantas korupsi seolah runtuh dalam sekejap. Sejumlah oknum jaksa justru terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), membuka fakta pahit bahwa institusi penegak hukum pun tak kebal dari praktik busuk yang selama ini mereka gembar-gemborkan untuk diberantas.

“Jaksa yang selama setahun terakhir dielu-elukan sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi, justru dipermalukan dalam hitungan jam,” tegas Mas Agus, pengacara sekaligus Ketua Umum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Phasivic Jakarta, Rabu (24/12).

Agus menilai OTT tersebut bukan sekadar kasus individu, melainkan alarm keras bahwa sistem pengawasan internal di tubuh Kejaksaan masih rapuh. Ia menyebut, kini posisi Kejaksaan Agung tak lagi berada di menara moral, melainkan di bawah sorotan tajam KPK.

“Kalau jaksa menangkap koruptor, itu tugas. Tapi ketika jaksa sendiri ditangkap KPK, itu ironi. Ini menunjukkan tidak ada institusi yang benar-benar steril dari korupsi,” ujarnya.

Menurut Agus, publik tak boleh lagi dicekoki narasi seolah-olah satu lembaga lebih suci dibanding lembaga lain. Selama kekuasaan, kewenangan, dan uang bertemu tanpa pengawasan ketat, penyimpangan hanyalah soal waktu.

“Jangan terlalu berharap ada aparat yang bersih sempurna. Selama masih ada perut, selama masih ada kepentingan, maka potensi korupsi tetap hidup,” sindirnya tajam.

Ia menegaskan, KPK harus berani masuk lebih dalam, bukan hanya menyentuh oknum di daerah, tetapi juga menelusuri dugaan keterlibatan aktor-aktor besar di pusat kekuasaan penegakan hukum.

Diketahui sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan terhadap lima oknum jaksa di Kalimantan Selatan dan Bekasi. Kasus ini kembali menegaskan bahwa korupsi bukan hanya kejahatan birokrasi, melainkan juga penyakit kronis di jantung penegakan hukum itu sendiri.

(Red)